Jumat, 18 Februari 2011

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU PADA KASUS KEHAMILAN EKTOPIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2007-2009

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejak awal 1990-an para pakar yang aktif dalam usaha safe motherhood menyatakan bahwa pendekatan risiko yang mengelompokkan ibu hamil dalam kelompok tidak berrisiko sebaiknya tidak digunakan lagi. Hal ini berdasarkan kenyataan lebih dari 90 % kematian ibu disebabkan oleh komplikasi obstetrik yang sering tidak dapat diramalkan pada saat kehamilan, karena kebanyakan komplikasi itu terjadi pada saat atau sekitar persalinan. (Winkjosastro, 2002)
Kehamilan dan persalinan merupakan proses yang alami tetapi bukannya tanpa resiko dan merupakan beban bagi seorang wanita. Dalam kehamilan dan persalinan tiap ibu hamil akan menghadapi resiko terjadinya penyakit atau komplikasi baik ringan maupun berat yang dapat memberikan bahaya kematian, kesakitan, ketidaknyamanan ataupun ketidakpuasan bagi ibu dan bayinya (Saifuddin. 2000).
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu, pertama kehamilan. Resiko terjadinya abortus meningkat dengan makin tingginya usia ibu serta makin banyaknya kehamilan (graviditas) atau jumlah persalinan yang dialami ibu (paritas) selain itu kemungkinan terjadinya abortus bertambah pada wanita yang hamil dalam waktu tiga bulan setelah melahirkan (Cuningham, 2002).
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tetap tinggi, bahkan jumlahnya meningkat. Hal ini merupakan cerminan keterpurukan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan, sekitar 25-50% kematian perempuan usia subur disebabkan oleh masalah yang terkait dengan kehamilan, persalinan dan nifas. (Winkjosastro, 2002 )
Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), bahwa pada tahun 2003 terdapat 1 dari 250 (0,04%) kelahiran di dunia menderita kehamilan ektopik, dengan jenis kehamilan ektopik adalah kehamilan tuba falopii, yang sebagian besar (80 %) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun ke atas serta dilaporkan bahwa 60 % dialami oleh wanita dengan paritas pertama dan kedua. (Cunningham, 2001)
Beberapa sumber menyebutkan bahwa AKI di Indonesia merupakan yang tertinggi di Negara ASEAN. Pada tahun 2008 menunjukan AKI 307/100.000 kelahiran hidup atau 20.000 per hari, berarti 50,5 perhari atau 2,1 % per jam. Yang antara lain disebabkan oleh perdarahan (53,23 %), infeksi (11,29 %), eklamsia 27,42 % lain-lain (8,06 %) (Depkes RI, 2008).
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita kehamilan ektopik atau 0,02%.s (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan. Salah satu tolak ukur penting dalam menciptakan Indonesia sehat 2010 adalah menekan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Di Indonesia menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu terbesar ( 58,1 %) adalah karena perdarahan dan eklamsi. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-45 tahun melakukan ANC minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut survei hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan masih sangat rendah, sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun (Winkjosastro, 2002).
Tingginya angka kematian maternal yang berhubungan dengan kehamilan dipengaruhi faktor didalam dan faktor diluar kesehatan. Beberapa faktor kesehatan antara lain : tindakan aborsi yang tidak aman, perdarahan ante, intra, dan postpartum infeksi, persalinan macet, penyakit hipertensi, anemia dan kehamilan ektopik. Dari segi medis sebenarnya sudah diketahui usaha-usaha preventif dan pengobatan yang mampu menolong wanita khususnya wanita hamil sehingga dapat terhindar dari bahaya kematian. Hanya saja sistem pelayanan terhadap hal ini terasa masih kurang memadai. (Cunningham, 2002)
Sedangkan di Sulawesi Tenggara pada tahun 2007 angka kejadian kehamilan ektopik sebanyak 10 per 1.000 kelahiran atau 0,01%. Namun demikan data tersebut akan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh banyaknya wanita hamil pada usia 35 tahun ke atas. (Depkes RI, 2007)
Sedangkan di Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara dilaporkan bahwa pada tahun 2007 sampai tahun 2009 ibu hamil dengan kehamilan ektopik sebanyak 46 kasus dari 1972 persalinan atau 2,4%.
Mengingat hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai Gambaran Karakteristik Ibu Pada Kasus Kehamilan Ektopik sejumlah 4,8% Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007–2009.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah Bagaimanakah Gambaran Karakteristik Ibu Pada Kasus Kehamilan Ektopik Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007-2009?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang Karakteristik Ibu Pada Kasus Kehamilan Ektopik Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007 - 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Gambaran Karakteristik Ibu Pada Kasus Kehamilan Ektopik Di RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007-2009 berdasarkan umur ibu
b. Untuk mengetahui Gambaran Karakteristik Ibu Pada Kasus Kehamilan Ektopik Di RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007-2009 berdasarkan paritas ibu
c. Untuk mengetahui Gambaran Karakteristik Ibu Pada Kasus Kehamilan Ektopik Di RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007-2009 berdasarkan riwayat abortus ibu.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan dan menurunkan angka kejadian kasus ini.
2. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat umum dan ibu hamil khususnya diharapkan dapat memperoleh gambaran informasi tentang kehamilan ektopik sehingga dapat menambah pengetahuan ibu tentang factor resiko atau komplikasi dalam kehamilan dan persalinan.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sarana belajar dalam rangka menambah wawasan, pengetahuan serta pengalaman dan juga sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap permasalahan tentang kejadian kehamilan ektopik.

E. Keaslian Penelitian
Telah ada penelitian terdahulu yang mengkaji hal-hal yang menyangkut pemanfaatan pelayanan kesehatan, namun dalam penelitian ini memfokuskan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh ibu bersalin, penelitian yang telah dilakukan :
1) Penelitian Elvi Ibrahim (2006), tentang studi tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan ektopik di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara. Jenis penelitian Elvi Ibrahim yaitu Penelitian Deskriptif, Lokasi penelitian di RSUD Propinsi Sultra Tahun 2006 dan subyek penelitian yaitu semua ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik.
2) Penelitian Abdullah (2006) tentang gambaran kasus kehamilan ektopik terganggu di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Peride 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005. Jenis penelitian ini adalah deskriptif retrospektif. Data dikumpulkan dengan melihat kembali semua catatan medic kasus kehamilan ektopik terganggu yang tercatat dibagian rekam medic RSUD Arifin Achmad Pekan Baru. Data dikumpulkan dan diolah secara manual, kemudian disajikan dalam bentuk diagram dan tabel distribusi frekuensi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Kehamilan
Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan dan terdiri atas ovulasi, spermatozoa, konsepsi dan proses nidasi serta implantasi. Pada mata rantai konsepsi (fertilisasi), implantasi (nidasi) terjadi perubahan jasmani dan rohani, karena terdapat pengeluaran hormone spesifik dan menimbulkan gejala serta tanda hamil. (Muchtar, R, 2002).
Perubahan – perubahan endokrin, fisiologi dan anatomi yang menyertai kehamilan menimbulkan gejala dan tanda yang mungkin memberikan bukti presumtif, bahkan definitive bahwa ada kehamilan. Perubahan – perubahan ini terjadi akibat interaksi jaringan dari janin dan ibu, sebagai respon terhadap tanda-tanda yang dihantarkan antara janin (jaringan-jaringan janin) dan ibunya (jaringan maternal), serta melalui perkembangan janin itu sendiri (Muchtar, R, 2002)
Diagnosis kehamilan didasarkan atas gejala dan tanda-tanda tertentu yang diperoleh melalui riwayat dan ditemukan pada pemeriksaan, serta pada hasil-hasil uji laboratorium. Gejala dan tanda-tanda kehamilan tersebut dapat digolongkan :
1. Tanda tidak pasti hamil (Presumtif)
Yaitu perubahan fisiologi yang dirasakan dan berdasarkan pengalaman ibu yang sebagian besar menggambarkan bahwa ibu tersebut hamil. Tanda presumtif tersebut meliputi :
a. Tidak haid (amenorea)
Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat haid lagi. Penting diketahui tanggal hari pertama haid terakhir, supaya dapat diketahui umur kehamilan atau tua kehamilan dan kapan tafsiran persalinan diperkirakan terjadi. Pada wanita sehat dengan haid teratur dan dapat diperkirakan, amenore menandakan kemungkinan kehamilan.
b. Mual dan muntah (Nausea dan Vomiting)
Umumnya terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan, kadang disertai emesis. Keadaan ini lazim disebut morning sickness. Biasanya setelah beberapa hari mulai pada pagi hari tetapi menghilang beberapa jam kemudian. Meskipun gejala ini menetap lebih lama dan mungkin terjadi pada waktu lain. Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertma kehamilan hingga akhir trimester pertama. Dalam batas tertentu keadaan ini masih fisiologis. Bila terlampau sering, dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan disebut hiperemesis gravidarum. Mual dan muntah ini disebabkan terjadi perubahan hormonal.
c. Mengidam
Mengidam sering terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan. Tetapi akan menghilang dengan makin tuanya kehamilan.
d. Pingsan
Sering terjadi bila berada pada tempat ramai. Hilang sesudah 16 minggu.

e. Payudara menjadi tegang dan membesar
Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh estrogen dan progesterone yang merangsang duktuli dan alveoli mammae. Glandula montogmery tampak lebih jelas. Hormone estrogen dan progesterone bersama dengan hormone Chorionic Somatomamotropin (HPL) menyebabkan pembesaran payudara, terasa tegang, berisi dan agak nyeri selama 2 bulan dan pengeluaran kolostrum pada minggu ke 12.
f. Anorexia
Pada bulan-bulan pertama terjadi anorexia, tetapi setelah itu nafsu makan timbul kembali.
g. Gangguan kencing
Selama trimester pertama kehamilan, uterus yang sedang membesar, mendesak kandung kencing sehingga dapat menyebabkan sering kencing. Secara bertahap frekuensi kencing berkurang, pada waktu kehamilan bertambah tua dan uterus naik ke dalam rongga abdomen. Tetapi gejala ini muncul kembali pada waktu mendekati akhir kehamilan, ketika kepala bayi turun ke panggul.
h. Obstipasi
Terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan hormone steroid.


i. Letih
Mudah letih adalah ciri – cirri kehamilan dini yang sering terjadi dan memberikan kunci diagnostic yang berharga. Hal ini merupakan salah satu akibat dari perubahan fisiologis yang terjadi pada trimester pertama, dimana terjadi penurunan basic metabolic rate (BMR) pada awal kehamilan.
j. Pigmentasi kulit
Terjadi pada umur kehamilan 12 minggu ketas yang disesbkan oleh pengaruh hormone kortikosteroid yang merangsang melanophore dan hiperpigmentasi di pipi, hidung, dan dahi dikenal sebagai kloasma gravidarum.
k. Epulis dan Varises
Epulis adalah suatu hipertropi papilla ginggifal, sering terjadi pada triwulan I, varises sering dijumpai pada triwulan terakhir, didapat pada daerah genitalia eksterna, fossa poplika kaki dan betis (Muchtar, R)
2. Tanda Kemungkinan Hamil (Tanda Probabilitas)
a. Pertumbuhan dan perubahan uterus
1) Tanda hegar adalah melunaknya segmen bawah uterus
2) Tanda goodel adalah melunaknya serviks
3) Lightening adalah turunya janin tiba-tiba kedalam pelvis ibu sebagai persiapan lahir
4) Ballotemen adalah pantulan yang terjadi ketika jari pemeriksa mengetuk janin yang mengapung dalam uterus, menyebabkan janin berenggang menjauh dan kemudian kembali ke posisi semula.
5) Uteri soffle (desiran) adalah goyangan, desiran nadi yang terdengar diatas uterus ibu hamil
6) Kontraksi Braxton hicks adalah kontraksi intermitten yang mungkin dapat terjadi selama masa kehamilan.
b. Perubahan Abdomen
1) Striae gravidarum
2) Linea nigra
c. Pemeriksaan Laboratorium (+)
3. Tanda Pasti Kehamilan (Tanda Positif)
a. Dapat diraba dan kemudian dikenal bagian-bagian janin
b. Dapat dicatat dan didengar bunyi jantung janin
c. Dapat dirasakan gerakan janin dan ballotemen
d. Tampak kerangka janin pada pemeriksaan roentgen
e. Dapat dilihat adanya janin pada USG. (Saifuddin, 2002)
4. Diagnosis banding
Suatu kehamilan kadang kala harus dibedakan dengan keadaan atau penyakit yang dalam pemeriksaan meragukan.

a. Hamil palsu (Pseudocyesis)
Gejala dapat sama dengan kehamilanm seperti amenorea, perut membesar, mual muntah, ASI keluar bahkan wanita ini merasakan gerakan janin.
b. Mioma Uteri
Perut dan rahim membesar, namun pada perabaan rahim terasa padat kadang kala berbenjol-benjol namun tanda kehamilan negative.
c. Kista Uteri
Perut membesar bahkan makin membesar namun reaksi kehamilan negatif
d. Kandung kemih penuh dan terjadi retensi urine
e. Hematometra
Uterus membesar karena terisi darah yang disebabkan hymen imperforate stenosis vagina atau serviks ( Saifudin, 2002)
Sungguh amat ideal bila tiap wanita mau memeriksakan diri ketika haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan. Keuntungannya adalah kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut segera diketahui dan segera dapat diatasi. Petunjuk hendaknya diberikan mengenai cara hidup, istirahat, diet dalam kehamilan, penting pula memberi pengertian suaminya tentang keadaan istrinya yang hamil, fisik dan mental segala sesuatunya hendak diarahkan sehingga diperoleh kepercayaan sepenuhnya dari penderita. (Hanifa W, 2000)


B. Tinjauan Umum tentang Kehamilan Ektopik
1. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berkembang diluar uterus. Kehamilan ektopik ini paling sering terjadi pada tuba fallopi. Penyebab kehamilan tuba belum dapat diketahui dengan pasti, tetapi factor fredisposisinya adalah tuba yang mengalami obstruksi (sumbatan). Juga dikatakan terdapat insidensi yang lebih tinggi pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim.
Apabila embrio berkembang didalam isthmus, yaitu bagian yang paling sempit, maka embrio tadi akan segera mengerosi (merusak) lapisan tipis jaringan pada proses implantasi, sehingga memecahkan tuba dan membuka vasa-vasa darah besar sehingga menyebabkan perdarahan intraperitoneal. Keadaan demikian disebut sebagai kehamilan ektopik yang pecah dan menyebabkan gawat abdomen akut. Transfuse darah kemudian diikuti operasi segera, dengan melakukan eksisi tuba, merupakan operasi penyelamat jiwa. (Sylvia verralls : 2002)
Perjalanan hasil konsepsi dapat terganggu dalam perjalanan sehingga tersangkut dalam lumen tuba. Tuba faloopi tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang dan menampung pertumbuhan janin sehingga setiap saat kehamilan yang terjadi terancam pecah. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm. Perjalanan klinik kehamilan ektopik bervariasi, sehingga bidan dapat dimintai pertolongan pertama. Oleh karena itu bidan didaerah pedesaan perlu mengetahui kemungkinan terganggunya kehamilan ektopik, sehingga dapat melakukan rujukan medis. (Manuaba, 2002)
Terdapat dua pengertian yang perlu mendapat perhatian, yaitu kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berimplantasi diluar endometrium normal dan kehamilan ekstrauterin adalah kehamilan yang berimplantasi diluar uterus.
a. Berdasarkan tempat implantasinya kehamilan ektopik :
b. Pars interstisial tuba
c. Pars ismika tuba
d. Pars ampularis tuba
e. Kehamilan infundibulum
f. Kehamilan abdominal primer atau sekunder
Kejadian kehamilan ektopik bervariasi pada setiap pusat penelitian atau rumah sakit. Frekuensi ini tergantung dari beberapa faktor diantaranya :
a. Pemakaian antibiotika
1. Memyebabkan kesembuhan dari infeksi pada tuba, tetapi lumennya menyempit sehingga memperbesar kejadian hamil ektopik.
2. Pemakaian alat kontrasepsi meningkatkan kejadian hamil ektopik, karena fungsinya menghindari hamil tetapi tidak sekaligus mengurangi kejadian hamil ektopik.
b. Umur penderita hamil ektopik antara 20 sampai 40 tahun dengan puncaknya pada usia sekitar 30 tahun.
2. Penyebab Kehamilan Ektopik
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba sehingga setiap gangguan pada tuba yang disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil konsepsi menuju rahim. Sebagai gambaran penyebab kehamilan ektopik dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Gangguan pada lumen tuba
1. Infeksi menimbulkan perlekatan endosalping sehingga penyempitan lumen.
2. Hipoplasia tuba sehingga lumenya menyempit
3. Operasi plastik pada tuba (rekonstruksi) atau melepaskan perlekatan dan tetap menyempitkan tuba.
b. Gangguan diluar tuba
1. terdapat endometriosis tuba sehingga memperbesar kemungkinan implantasi
2. terdapat divertikel pada lumen tuba
3. terdapat perlekatan sekitar tuba sehingga memperkecil lumen tuba
4. kemungkinan migrasi eksternal, sehingga hasil konsepsi mencapai tuba dalam keadaan blastula.
Berikut ini berbagai faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik yaitu :
1. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang telah dibuahi kedalam kavum uteri.
a. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan mukosa tuba mengalami penyempitan tuba sehingga terjadi pembentukan kantong-kantong buntu.
b. Kehamilan ektopik sebelumnya, insidensi kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi 7 hingga 15 %. Meningkatnya risiko ini kemungkinan besar disebabkan oleh salpingitis yang terjadi sebelumnya.
c. Pembedahan sebelumnya, biasa dilakukan untuk memperbaiki patensi tuba atau kadang-kadang dilakukan pada kegagalan sterilisasi.
d. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar resiko terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini akan terjadi dua kali lipat setelah menjalani abortus induksi
e. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada adneksa.
2. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi kedalam kavum uteri.
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi.
Dengan terjadinya implantasi didalam lumen tuba dapat terjadi beberapa kemungkinan :
A. Hasil konsepsi mati dini
1) Tempatnya tidak mungkin memberikan kesempatan tumbuh kembang hasil konsepsi mati secara dini
2) Karena kecilnya kemungkinan diresorbsi.
B. Terjadi abortus
1) Kesempatan berkembang yang sangat kecil menyebabkan hasil mati dan lepas dalam lumen.
2) Lepasnya hasil konsepsi menimbulkan perdarahan dalam lumen tuba atau keluar lumen serta membentuk timbunan darah
3) Tuba tampak berwarna hijau pada saat dilakukan operasi
C. Tuba fallopi pecah
1) Karena tidak dapat berkembang dengan baik maka tuba dapat pecah
2) Jonjot villi menembus tuba, sehingga terjadi rupture yang menimbulkan timbunan darah ke dalam abdomen
3) Ruptura tuba menyebabkan hasil konsepsi terlempar keluar dan kemungkinan untuk melakukan implantasi menjadi kehamilan abdominal sekunder
4) Kehamilan abdominal dapat mencapai cukup besar. (Cunningham, 1995)
3. Gejala Klinik Kehamilan Ektopik
Gambaran klinik kehamilan ektopik bervariasi dari bentuk abortus tuba atau terjadi rupture tuba. Mungkin dijumpai rasa nyeri dan gejala hamil muda. Pada pemeriksaan dalam terdapat pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan tua kehamilan dan belum dapat diraba kehamilan pada tuba, karena tuba dalam keadaan lembek. Bila terjadi gangguan kehamilan tuba, gejalanya tergantung pada tua kehamilan tuba, lamanya kedalam rongga abdomen, jumlah darah yang terdapat dalam rongga abdomen, dan keadaan umum ibu sebelum kehamilan terjadi. Dengan demikian trias gejala klinik hamil ektopik terganggu sebagai berikut :
1. Amenorea
a. Lamanya amenorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan.
b. Dengan amenore dapat dijumpai tanda hamil muda, yaitu morning sickness, mual muntah, terjadi perasaan ngidam.
2. Terjadi nyeri abdomen
a. Nyeri abdomen disebabkan kehamilan tuba yang pecah
b. Rasa nyeri dapat menjalar ke seluruh abdomen tergantung dari perdarahan didalamnya.
c. Bila rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma, dapat terjadi nyeri didaerah bahu.
d. Bila darahnya membentuk hematokel yaitu timbunan didaerah kavum Douglas akan terjadi rasa nyeri dibagian bawah dan saat buang air besar.
3. Perdarahan
a. Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan ke dalam kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi.
b. Darah yang tertimbun dalam kavum abdomen tidak berfungsi sehingga terjadi gangguan dalam sirkulasi umum yang menyebabkan nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai jatuh dalam keadaan syok.
c. Hilangnya darah dari peredaraan darah umum yang mengakibatkan penderita tampak anemis, daerah ujung ekstremitas dingin, berkeringat dingin, kesadaran menurun dan pada abdomen terdapat timbunan darah
d. Setelah kehamilannya mati, desidua dalam kavum uteri dikeluarkan dalam bentuk desidua spuria, seluruhnya dikeluarkan bersama dan dalam bentuk perdarahan hitam seperti menstruasi. (Manuaba, 2002)
4. Diagnosis Hamil ektopik terganggu
Menegakkan diagnosis Hamil ektopik terganggu tidaklah terlalu sukar dengan melakukan :
a. Anamnese tentang trias kehamilan ektopik terganggu
1) Terdapat amenorea (terlambat datang bulan)
2) Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri di daerah bahu dan seluruh abdomen
3) Terdapat perdarahan melalui vaginal
b. Pemeriksaan fisik
1) Fisik umum
a. Penderita tampak anemis dan sakit
b. Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma
c. Daerah ujung dingin
d. Pemeriksaan nadi meningkat, tekanan darah turun sampai syok
e. Pemeriksaan abdomen : perut kembung, terdapat cairan bebas-darah, nyeri saat perabaan.
2) Pemeriksaan khusus melalui vaginal
a. Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks
b. Kavum douglas menonjol dan nyeri
c. Mungkin terasa tumor disamping uterus
d. Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan (Saifuddin, 2001)
c. Kehamilan Abdominal
Kehamilan abdominal dapat berlanjut sampai mencapai besar tertentu. Dalam perkembangannya kadang-kadang mencapai aterm, atau mati karena kekurangan nutrisi yang disebabkan plasenta tidak mencapai tempat yang baik. Karena trimplantasi di luar rahim, setiap gerakan menimbulkan rasa sakit, gerakan janin tampak dengan jelas dibawah dinding abdomen.
( Manuaba, 2002)
C. Gambaran Karakteristik Ibu
1. Umur Ibu
Ibu yang berusia tua dipertimbangkan dapat beresiko tinggi untuk mengalami komplikasi selama kehamilan khususnya kehamilan ektopik. Semakin banyak wanita yang berusia 35 tahun ke atas memiliki kecenderungan kehamilan ektopik. (Winkjosastro, 2002)
Umur beresiko pada ibu pada saat kehamilan dan persalinan. Umur < 20 tahun dan 25 – 35 tahun dalam kurun waktu reproduksi yang sehat dikenal bahwa umur yang aman untuk kehamilan. Sedangkan pada umur > 35 tahun sudah beresiko karena alat reproduksi tidak berfungsi secara sempurna (Manuaba, 2003). Pada umur kehamilan muda dalam 12 minggu pertama kehamilan, semakin muda umur kehamilan maka semakin berpotensi untuk terjadinya abortus. Disebabkan villi korialis belum menembus desidua secara mendalam dan plasenta belum terbentuk secara sempurna (Cunningham, dkk. 2001).
2. Paritas Ibu
Paritas adalah jumlah kelahiran yang diakhiri dengan kelahiran janin yang memenuhi syarat untuk melangsungkan kehidupan (28 minggu). Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan.
Paritas 2 – 3 merupakan paritas yang paling aman, ditinjau dari sudut kematian maternal, paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstertik yang lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat di kurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. (Manuaba, 2002). Jumlah anak yang telah dilahirkan dan hidup oleh ibu, menurut Royston, persalinan yang berulang akan menimbulkan banyak resiko. Dibuktikan bahwa persalinan pertama, kedua dan ketiga adalah persalinan yang aman. Ibu dengan paritas lebih dari tiga mempunyai resiko terjadinya kehamilan ektopik hal ini dikarenakaan sudah seringnya plasenta berimplantasi segmen bawah rahim menjadi rapuh dan banyak serabut kecil pembuluh darah yang mengalami kerusakan akibat riwayat persalinan (Wiknjosastro, 2002).
3. Riwayat Abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau berat janin < 500 gram. Meningkatnya insidensi aborsi yang induksi menyebabkan kerusakan histologik dan structural terhadap tuba tanpa penanganan yang baik. Akibat kerusakan tersebut secara langsung akan menyebabkan terjadinya insidensi kehamilan ektopik pada ibu. Frekuensi aborsi lebih dari satu kali sangat beresiko tinggi menyebabkan kehamilan ektopik. (Manuaba, 2002) D. SKEMA KERANGKA KONSEP Keterangan : : Variabel Yang diteliti E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Kehamilan Ektopik Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berkembang diluar uterus. (Manuaba, 2002) 2. Umur Ibu Adalah umur ibu pada saat mengalami kehamilan, dengan kriteria : a. < 20 tahun b. 20 – 35 tahun c. > 35 tahun (Manuaba, 2002)
3. Paritas
Adalah Jumlah persalinan yang dialami oleh seorang ibu, dengan kriteria :
a. Paritas 1
b. Paritas 2 – 3
c. Paritas > 3 (Manuaba, 2002)
4. Riwayat Abortus
Adalah jumlah kejadian aborsi yang dialami oleh seorang ibu yang tercatat dalam status ibu, dengan kriteria :
a. 0
b. 1-2
c. ≥ 3

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dengan menggambarkan karakteristik ibu pada kasus kehamilan ektopik.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara dan waktu penelitian pada Bulan Juni 2010.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang terdeteksi mengalami KET yang memeriksakan kehamilannya di RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007-2009, dengan jumlah sebanyak 46 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah total sampling, yang berjumlah 46 orang.
D. Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari catatan rekam medik di RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007-2009 dalam buku register persalinan.


E. Pengolahan & Penyajian Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara manual, kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi disertai dengan narasi.
Rumusan yang digunakan adalah (Notoadmodjo, 2002)
P = f / N x 100 %
Keterangan :
f : frekuensi yang sedang di uji persentasenya
N : numer of cases (jumlah frekuensi / banyaknya individu)
P : angka presentase (Notoadmodjo, 2002)


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tenggara
1. Letak Geografis
RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara, terletak di Ibukota Propinsi tepatnya di Jalan Dr. Ratulangi No. 151 Kelurahan Kemaraya Kecamatan Mandonga Kota Kendari. Lokasi ini sangat strategis karena mudah dijangkau dengan kendaraan umum dengan batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan Jalan Dr. Ratulangi
Sebelah Timur : Berbatasan Laboratorium Kesehatan
Sebelah Selatan : Berbatasan Jalan Bunga Kamboja
Sebelah Barat : Jalan Saranani
2. Lingkungan Fisik
Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara berdiri diatas tanah seluas 37,020 m2. Luas seluruh bangunan adalah 9.764 m2. Halaman parkir seluas ± 1.500 m2. Sebagian lahan masih belum dimanfaatkan karena masih merupakan daerah rawa dan bila musim hujan tiba daerah tersebut akan tergenang sehingga sangat potensial untuk perkembangan vektor penyakit.
3. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit
Tugas pokok dan fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara, mengacu pada Perda No. 3 Tahun 1999 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara adalah : melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan.

4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
a. Pelayanan Kesehatan rawat jalan yakni poliklinik kesehatan anak, poliklinik bedah, poli paru, poliklinik THT, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan, poliklinik gizi, instalasi rehabilitasi medik, instalasi gawat darurat.
b. Pelayanan kesehatan rawat inap yakni penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, THT, kulit dan kelamin, neurology, kebidanan dan kandungan, perawatan intensif, perawatan bayi/perinatologi.
c. Pelayanan penunjang medik yakni patologi klinik, patologi anatomi, radiology dan farmasi/apotik.
5. Fasilitas Tempat Tidur
Jumlah tempat tidur yang berfungsi saat ini adalah 209 tempat tidur. Khusus ruang kebidanan terdapat 40 tempat tidur yaitu :
a. Ruang Kelas I : 10 Tempat tidur
b. Ruang Kelas II : 9 Tempat tidur
c. Ruang Kelas III : 20 Tempat tidur
d. Ruang Isolasi : 1 Tempat tidur
6. Ketenagaan
No. Jenis Ketenagaan Jumlah Tenaga
1. Dokter spesialis Anak 3
2. Dokter spesialis Obsgyn 3
3. Dokter spesialis Radiology 1
4. Dokter spesialis Anastesi 1
5. Dokter spesialis Patologi Klinik
1
6. Dokter spesialis Kulit dan Kelamin 2
7. Sarjana Keperawatan 1
8. Ners 2
9. Akbid 9
10. Bidan D1 32
11. SPK 86
12. Apoteker 1
13. Gizi 16
14. Tenaga Kesehatan lainnya 148
15. Tenaga Non Medis 69
RSUD Propinsi Sultra Bagian Kepegawaian

B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007-2009.
Untuk mengetahui gambaran dan informasi tentang karakteristik Kehamilan Ektopik Pada Ibu maka dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berdasarkan umur, paritas dan riwayat abortus. Setelah data sekunder dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan sesuai tujuan sebagai berikut :
a. Karakteristik Ibu dengan Kehamilan Ektopik ditinjau dari faktor umur
Tabel 1
Distribusi Frekuensi berdasarkan Umur Ibu yang mengalami Kehamilan Ektopik di RSUD Propinsi Sultra Tahun 2007-2009

Umur ( Tahun ) Jumlah ( n ) Persentase ( % )
< 20 2 4,34 20 – 35 40 86,9 > 35 4 8,6
Jumlah 46 100
Sumber : Data Sekunder Medical Record
Berdasarkan tabel 1 diatas bahwa dari hasil perhitungan persentase kejadian kehamilan ektopik kelompok umur 20 – 35 tahun relative lebih tinggi yakni 40 orang (86,9 %), sedangkan yang terendah kelompok umur < 20 tahun yakni 2 orang (4,34 %). b. Karakteristik Ibu dengan Kehamilan Ektopik ditinjau dari Paritas Tabel 2 Distribusi Frekuensi berdasarkan Paritas Ibu yang mengalami Kehamilan Ektopik di RSUD Propinsi Sultra Tahun 2007-2009 Paritas Jumlah ( n ) Persentase ( % ) Paritas 0 - 1 25 54,3 Paritas 2 - 3 10 21,7 Paritas > 3 11 23,9
Jumlah 46 100
Sumber : Data Sekunder Medical Record

Berdasarkan tabel 2 diatas bahwa dari hasil perhitungan persentase kejadian kehamilan ektopik yakni pada paritas 0-1 sebanyak 25 orang (54,3 %), sedangkan yang terendah yakni pada paritas 2–3 sebanyak 10 orang (23,9%)
c. Karakteristik Ibu dengan Kehamilan Ektopik ditinjau dari Riwayat Abortus
Tabel 3
Distribusi Frekuensi berdasarkan Riwayat Abortus Ibu yang mengalami Kehamilan Ektopik di RSUD Propinsi Sultra Tahun 2007-2009

Jumlah Abortus Jumlah ( n ) Persentase ( % )
Abortus 0 42 91,4
Abortus 1-2 3 6,52
Abortus ≥ 3 1 2,16
Jumlah 46 100
Sumber : Data Sekunder Medical Record

Berdasarkan tabel 3 diatas bahwa dari hasil perhitungan persentase riwayat abortus ibu yang mengalami kehamilan ektopik relative lebih tinggi pada ibu yang mengalami abortus (abortus 1-2) yakni 3 orang (6,52%), sedangkan yang terendah yakni abortus ≥ 3 sebanyak 1 orang (2,16%).
C. Pembahasan
Setelah mengadakan penelitian di RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara dan dilanjutkan pengolahan data pada beberapa faktor yang diteliti yakni Umur, Paritas, dan riwayat Abortus maka penulis akan membahas faktor tersebut sehubungan dengan pemeriksaan kehamilan pada kunjungan trimester pertama.
1. Karakteristik Ibu dengan Kehamilan Ektopik ditinjau dari segi umur Berdasarkan tabel 1 diatas bahwa dari hasil perhitungan persentase kejadian kehamilan ektopik kelompok umur 20 – 35 tahun relative lebih tinggi yakni 40 orang (86,9 %), sedangkan yang terendah kelompok umur < 20 yakni 2 orang (4,34 %). Berdasarkan hasil penelitian diatas jumlah persentase kehamilan ektopik tertinggi pada umur 20 – 35 tahun, hal ini disebabkan karena pada usia ini sudah terjadi kematangan reproduksi baik secara biologis maupun psikologi. Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 – 35 tahun. Menurut Manuaba (2002) Usia < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan salah satu faktor resiko, sehingga pada usia ini akan mengalami komplikasi karena usia < 20 tahun fungsi alat reproduksi belum matang serta tubuhnya belum siap sepenuhnya untuk menghadapi kehamilan, sedangkan usia > 35 tahun fungsi hormone dalam tubuh mengalami kemunduran sehingga kemungkinan besar ibu hamil pada usia itu akan mengalami komplikasi. Umur ibu pada saat hamil merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan kehamilan. Ini dapat dilihat dari faktor-faktor risiko tinggi suatu kehamilan dan penyebab penyulit persalinan yang antara lain adalah ibu berumur dibawah 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Oleh karena itu, ibu hamil tersebut sebaiknya rajin melakukan pemeriksaan ANC. (Manuaba, 1998) Hal ini menunjukan bahwa terdapat ketidaksesuain antara teori dan hasil penelitian dimana berdasarkan teori mengatakan bahwa salah satu faktor predisposisi terjadinya kehamilan ektopik adalah < 20 tahun dan > 35 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardianingsih, 2005 di Rumah Sakit Pringadi, Medan yang mengatakan bahwa umur 20 – 35 tahun merupakan salah satu indikasi terjadinya kehamilan ektopik, dengan angka kejadian 24, 2 %.
2. Karakteristik Ibu dengan Kehamilan Ektopik ditinjau dari Paritas Ibu
Berdasarkan tabel 2 diatas bahwa dari hasil perhitungan persentase kejadian kehamilan ektopik yakni pada paritas 0-1 sebanyak 25 orang (54,3 %), sedangkan yang terendah yakni pada paritas 2–3 sebanyak 10 orang (23,9%)
Berdasarkan hasil penelitian diatas, jumlah kehamilan ektopik tertinggi pada paritas 0 – 1, hal ini disebabkan adanya kehamilan atau persalinan sebelumnya tidak ditangani secara medis dengan pelayanan obstetric yang aman atau pada persalinan ditolong tenaga non medis.
Paritas 2 – 3 merupakan paritas yang paling aman, ditinjau dari sudut kematian maternal, paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat di kurangi atau dicegah dengan KB. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. (Manuaba, 2002)
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hestiayuningsih, 2005 di Rumah Sakit Umum Cibabat-Cimahi yang mengatakan bahwa paritas 1 dan > 3 merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya kehamilan ektopik, dengan angka kejadian 20, 8 %.
3. Karakteristik Ibu dengan Kehamilan Ektopik ditinjau dari Riwayat Abortus
Berdasarkan tabel 3 diatas bahwa dari hasil perhitungan persentase riwayat abortus ibu yang mengalami kehamilan ektopik relative lebih tinggi pada ibu yang mengalami abortus (abortus 1-2) yakni 3 orang (6,52%), sedangkan yang terendah yakni abortus ≥ 3 sebanyak 1 orang (2,16%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Abdullah, 2006 dengan jumlah kehamilan ektopik dengan riwayat abortus 1-2 hal ini disebabkan adanya kegagalan kehamilan yang tidak ditangani secara medis dengan pelayanan obstetric yang tidak aman dan berlebihan.
Hal ini didukung oleh teori Adam et al, yang menyebutkan bahwa apabila abortus terjadi lebih dari satu kali akan memperbesar terjadinya kehamilan ektopik. Karena risiko ini akan berubah menjadi dua kali lipat setelah menjalani abortus dengan induksi, kenaikan risiko ini kemungkinan terjadi akibat peningkatan yang kecil tetapi bermakna pada insidensi salpingitis. (Cuningham, 2002)
Kejadian kehamilan Ektopik dengan riwayat abortus perlu menjadi perhatian semua pihak, mengingat akibat yang akan ditimbulkan karena kasus tersebut merupakan masalah penting yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas ibu.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Karakteristik Ibu dengan Kasus Kehamilan Ektopik (KET) pada Ibu Di RSUD Propinsi Sulawesi Tahun 2007-2009 maka disimpulkan :
1) Berdasarkan Umur ibu, hasil perhitungan persentase kejadian kehamilan ektopik kelompok umur 20 – 35 tahun relative lebih tinggi yakni 40 orang (86,9 %), sedangkan yang terendah kelompok umur > 35 yakni 4 orang (8,6%).
2) Berdasarkan Paritas, hasil perhitungan persentase kejadian kehamilan ektopik yakni pada paritas 0-1 sebanyak 25 orang (54,3 %), sedangkan yang terendah yakni pada paritas 2–3 sebanyak 10 orang (23,9%)
3) Berdasarkan Riwayat abortus, hasil perhitungan persentase riwayat abortus ibu yang mengalami kehamilan ektopik relative lebih tinggi pada ibu yang mengalami abortus (abortus 1-2) yakni 3 orang (6,52%), sedangkan yang terendah yakni abortus ≥ 3 sebanyak 1 orang (2,16%).


B. Saran
1) Adanya penyuluhan dan pendekatan oleh tenaga kesehatan khususnya bidan tentang faktor risiko tinggi suatu kehamilan dan penyebab penyulit persalinan yang antara lain adalah ibu berumur dibawah 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Oleh karena itu, ibu hamil tersebut sebaiknya rajin melakukan pemeriksaan ANC.
2) Perlu adanya penyuluhan yang efektif dari petugas kesehatan khususnya bidan atau dokter dalam meningkatkan pentingnya pemeriksaan kehamilan (ANC), khususnya pada ibu dengan riwayat abortus dalam upaya mencegah terjadinya hal-hal yang beresiko kemungkinan dapat terjadi pada ibu hamil.
3) Perlu adanya kebijakan tenaga kesehatan khususnya bidan kepada masyarakat untuk mengatur jarak kehamilan dengan cara mengikuti program keluarga berencana (KB)

DAFTAR PUSTAKA


Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. 2002. William Obstetri. 18th edition Jakarta : EGC.

Depkes RI, 2008. Laporan BPS Kesehatan. Jakarta.

Depkes RI, 2007. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu. Jakarta.

Depkes RI, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Muchtar R, 2002. Sinopsis Obstetri Jilid I edisi 2. Jakarta ; EGC

Manuaba IBG. 2002. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC.

Natsir, M. 1998. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia : Jakarta.

Notoatmodjo S. 2002 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Mintarsi, 2001. Kematian Maternal dan Berbagai Faktor terkait di Indonesia dalam Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia,

Silvia Verrals, 200. Anatomi Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan, Jakarta : EGC

Saifuddin, AB. 2002. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. EGC.

Saifuddin, AB. 2001. Maternal dan Nenatal Kealth. Jakarta. EGC.

Sriyono, 2003. Perawatan Ibu dan Antenatal Anak di Puskesmas. Biro Hukum dan Humas Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Winkjosastro H, 2002 : Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Winkjosastro H, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda